BPK Minta 34 Provinsi Laporkan Indeks Prestasi Keuangan |
Ambon, KabarMaluku.com - Ketika menghadiri Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Ambon, Sabtu (28/2), Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI Harry Azhar Azis meminta 34 provinsi segera melaporkan indeks prestasi keuangan masing-masing daerah karena berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat di daerah.
"Sampai saat ini belum satu pun provinsi yang melaporkan indeks prestasi keuangannya, padahal laporan ini penting untuk melihat korelasi dan manfaat pembangunan daerah terhadap kesejahteraan masyarakat di masing-masing provinsi," kata Harry Azhar di Ambon, Sabtu (28/2).
Dia menegaskan indeks prestasi keuangan harus segera dilaporkan sehingga BPK dapat melakukan penilaian kinerja terhadap masing-masing daerah, mengingat ada sejumlah kabupaten/kota dan provinsi yang memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terkait laporan keuangannya.
"Ada sejumlah Kabupaten/Kota yang mendapatkan predikat WTP. Bahkan ada yang memperolehnya selama tiga tahun berturut-turut, tetapi anehnya angka kemiskinan dan pengangguran terus mengalami kenaikan," katanya.
Pada daerah yang memperoleh WTP tersebut juga ternyata masih terjadi kesenjangan pendapatan yang cenderung meningkat, artinya orang miskin bertambah dan yang orang kaya tetap kaya, serta indeks pembangunan manusia (IPM) mengalami penurunan.
Menurut Harry Azhar, laporan BPK menunjukan masih banyak pemerintah daerah menghadapi kendala mengelola dan mempertanggung jawabkan keuangan daerahnya, misalnya tahun 2009 hanya sebanyak 15 dari 504 atau tiga persen pemda yang laporan keuangannya memperoleh opini WTP. Sedangkan tahun 2013 naik menjadi 153 pemda dari 456 pemda atau 33 persen.
"Jika dibandingkan kinerja kementerian dan lembaga, kemajuan pemda tersebut masih sangat jauh tertinggal. Karena itu butuh kerja keras para kepala daerah untuk memperbaiki kinerjanya," katanya.
Pada 2009 tercatat sebanyak 44 dari 78 kementerian dan lembaga atau 56 persen yang laporan keuangannya memperoleh opini WTP, sedangkan 2013 yang meraih WTP meningkat jadi 64 unit dari 86 kementerian dan lembaga atau 74 persen.
Menurut Harry Azhar, sebenarnya sebagian besar laporan keuangan pemda belum memadai menjadi alat pengambilan keputusan oleh manajemen pemerintah daerah. Hal tersebut disebabkan laporan keuangan belum menyajikan informasi berkaitan dengan aset dan kewajiban (liabilities) secara andal nilainya.
"Seharusnya laporan keuangan bisa menjadi dasar pertimbangan pemda dan DPRD dalam menyusun rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) berikutnya. Laporan keuangan ini juga dijadikan investor sebagai dasar penilaian atau alat pertimbangan akurat untuk kelayakan berinvestasi," katanya.
Sebaliknya bagi pemerintah pusat, laporan keuangan andal menjadi dasar bagi pembuatan kebijakan yang tepat sesuai dengan kondisi daerah tersebut tersebut.
"Kami menyadari belum banyak pemerintah daerah yang memahami bahwa tujuan pemberian opini agar laporan keuangan tersebut dapat menjadi alat pengambilan keputusan yang tepat dan bisa dipercaya," ujar Harry Azhar, dan menambahkan BKP akan terus membangun koordinasi dengan pemerintah daerah di masing-masing tingkatan untuk memperbaiki sistem pelaporan keuangan pada tahun-tahun mendatang. (Ant)
Dia menegaskan indeks prestasi keuangan harus segera dilaporkan sehingga BPK dapat melakukan penilaian kinerja terhadap masing-masing daerah, mengingat ada sejumlah kabupaten/kota dan provinsi yang memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terkait laporan keuangannya.
"Ada sejumlah Kabupaten/Kota yang mendapatkan predikat WTP. Bahkan ada yang memperolehnya selama tiga tahun berturut-turut, tetapi anehnya angka kemiskinan dan pengangguran terus mengalami kenaikan," katanya.
Pada daerah yang memperoleh WTP tersebut juga ternyata masih terjadi kesenjangan pendapatan yang cenderung meningkat, artinya orang miskin bertambah dan yang orang kaya tetap kaya, serta indeks pembangunan manusia (IPM) mengalami penurunan.
Menurut Harry Azhar, laporan BPK menunjukan masih banyak pemerintah daerah menghadapi kendala mengelola dan mempertanggung jawabkan keuangan daerahnya, misalnya tahun 2009 hanya sebanyak 15 dari 504 atau tiga persen pemda yang laporan keuangannya memperoleh opini WTP. Sedangkan tahun 2013 naik menjadi 153 pemda dari 456 pemda atau 33 persen.
"Jika dibandingkan kinerja kementerian dan lembaga, kemajuan pemda tersebut masih sangat jauh tertinggal. Karena itu butuh kerja keras para kepala daerah untuk memperbaiki kinerjanya," katanya.
Pada 2009 tercatat sebanyak 44 dari 78 kementerian dan lembaga atau 56 persen yang laporan keuangannya memperoleh opini WTP, sedangkan 2013 yang meraih WTP meningkat jadi 64 unit dari 86 kementerian dan lembaga atau 74 persen.
Menurut Harry Azhar, sebenarnya sebagian besar laporan keuangan pemda belum memadai menjadi alat pengambilan keputusan oleh manajemen pemerintah daerah. Hal tersebut disebabkan laporan keuangan belum menyajikan informasi berkaitan dengan aset dan kewajiban (liabilities) secara andal nilainya.
"Seharusnya laporan keuangan bisa menjadi dasar pertimbangan pemda dan DPRD dalam menyusun rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) berikutnya. Laporan keuangan ini juga dijadikan investor sebagai dasar penilaian atau alat pertimbangan akurat untuk kelayakan berinvestasi," katanya.
Sebaliknya bagi pemerintah pusat, laporan keuangan andal menjadi dasar bagi pembuatan kebijakan yang tepat sesuai dengan kondisi daerah tersebut tersebut.
"Kami menyadari belum banyak pemerintah daerah yang memahami bahwa tujuan pemberian opini agar laporan keuangan tersebut dapat menjadi alat pengambilan keputusan yang tepat dan bisa dipercaya," ujar Harry Azhar, dan menambahkan BKP akan terus membangun koordinasi dengan pemerintah daerah di masing-masing tingkatan untuk memperbaiki sistem pelaporan keuangan pada tahun-tahun mendatang. (Ant)