Foto-foto Rumah Warga Saleman yang Menjadi Sasaran Lemparan Batu /KM.com |
Ambo, KabarMaluku.com - Desakan dari warga Negeri Saleman ini terkait adanya aparat kepolisian dari Polres Maluku Tengah yang dinilai tidak profesional dalam menangani konflik antar warga Negeri Saleman, Kecamatan Seram Utara Barat, Kabupaten Maluku Tengah beberapa waktu lalu. Mereka dituding tak netral dalam penanganan kasus, bahkan terkesan mengintimidasi sebagian warga.
Kepada KabarMaluku.com, Rabu (29/10) salah satu warga negeri Saleman, Manshuri Maswatu mengungkapkan ketidaknetralan polisi terlihat dari sikap Wakpolres Maluku Tengah Sigit Adhy Prasetyo saat memediasi kelompok warga adat yang rumahnya dirusaki dengan Kepala Desa Saleman, Ali Arsyad Makatita.
“Tujuannya, melaporkan pengrusakan terhadap rumah mereka, namun apa yang menjadi harapan korban tidak diakomodir dan tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan kronologis kejadian pengrusakan,” kata Maswatu.
Dijelaskan Masuatu, dualisme kepemimpinan di negeri Saleman, yakni kepemimpinan Djamun Makuituin dan kepemimpinan Ali Arsad Makatita berdampak terhadap stabilitas keamanan. Pada 26 Oktober 2014 pukul 21.15 wit terjadi aksi pelemparan batu terhadap rumah warga adat yang dilakukan oleh massa pendukung Ali Arsyad Makatita kepada rumah masyarakat.
''Pihak keamanan dari Satgas BKO dan polisi melerai masyarakat adat yang mencoba melakukan balasan atas pelemparan tersebut. Namun yang terjadi rumah warga yang kontra terhadap Ali Arsyad Makatita justeru menjadi sasaran kelompok yang pro Ali Makatita. Dan ini terkesan terjadi pembiaran oleh aparat keamanan yang mengakibatkan 12 rumah warga masyarakat adat negeri Saleman rusak berat,” jelas Masuatu.
Lanjutnya, Senin (27/10), wakapolres memanggil kedua belah pihak, yakni perwakilan masyarakat adat dan kepala desa Ali Arsyad Makatita serta pihak korban yang rumahnya rusak. Namun, hasilnya mengecewakan para korban.
“Hak azasi kami dikebiri. Kami dalam tekanan oleh Wakapolres dan secara mengejutkan kami disuruh untuk membuat pernyataan bermaterai Rp 6000 dengan 8 poin, diantaranya mengakui pengukuhan Ali Arsyad Makatita sebagai Raja negeri Saleman dan diminta untuk bertanggung jawab secara hukum apapbila terjadi pertikaian antar kedua kelompok masyarakat,” jelas warga Saleman lainnya, Jefri Makatita.
Pihaknya mengaku sangat menyesalkan sikap Wakapolres Maluku Tengah yang terkesan intimidatif. “Bahkan kami dicaci maki oleh Wakapolres. Kami tidak terima hal ini,” Jefri.
Menurutnya, masyarakat adat negeri Saleman, dituding sebagai provokator atas pengrusakan rumah warga. Padahal, faktanya justeru masyarakat lainnya melakukan penyerangan serta pengrusakan rumah lebih dulu. Buktinya, 12 rumah warga yang rusak merupakan rumah warga yang kontra terhadap Ali Arsyad Makatita dan sampai saat ini belum disentuh oleh penegak hukum untuk melakukan olah TKP.
“Kami meminta Kapolres Maluku Tengah untuk memanggil Ali Arsyad Makatita untuk diperiksa terkait penyerangan tersebut, karena yang bersangkutan adalah aktor dibalik kejadian itu,” tuding Makatita.
Mereka juga meminta Kapolda Maluku, Murad Ismail untuk segera mencopot Wakapolres Maluku Tengah dan segera melakukan olah TKP serta mengevaluasi kinerja polisi di Polres Maluku Tengah.
“Kami meminta Gubernur Maluku untuk memediasi persoalan krisis pemerintahan di Negeri Saleman. Dan meminta Komnas-HAM untuk mengawasi kinerja Polres Maluku Tengah atas sikap wakapolres,” pintanya.
KM.com
Kepada KabarMaluku.com, Rabu (29/10) salah satu warga negeri Saleman, Manshuri Maswatu mengungkapkan ketidaknetralan polisi terlihat dari sikap Wakpolres Maluku Tengah Sigit Adhy Prasetyo saat memediasi kelompok warga adat yang rumahnya dirusaki dengan Kepala Desa Saleman, Ali Arsyad Makatita.
“Tujuannya, melaporkan pengrusakan terhadap rumah mereka, namun apa yang menjadi harapan korban tidak diakomodir dan tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan kronologis kejadian pengrusakan,” kata Maswatu.
Dijelaskan Masuatu, dualisme kepemimpinan di negeri Saleman, yakni kepemimpinan Djamun Makuituin dan kepemimpinan Ali Arsad Makatita berdampak terhadap stabilitas keamanan. Pada 26 Oktober 2014 pukul 21.15 wit terjadi aksi pelemparan batu terhadap rumah warga adat yang dilakukan oleh massa pendukung Ali Arsyad Makatita kepada rumah masyarakat.
''Pihak keamanan dari Satgas BKO dan polisi melerai masyarakat adat yang mencoba melakukan balasan atas pelemparan tersebut. Namun yang terjadi rumah warga yang kontra terhadap Ali Arsyad Makatita justeru menjadi sasaran kelompok yang pro Ali Makatita. Dan ini terkesan terjadi pembiaran oleh aparat keamanan yang mengakibatkan 12 rumah warga masyarakat adat negeri Saleman rusak berat,” jelas Masuatu.
Lanjutnya, Senin (27/10), wakapolres memanggil kedua belah pihak, yakni perwakilan masyarakat adat dan kepala desa Ali Arsyad Makatita serta pihak korban yang rumahnya rusak. Namun, hasilnya mengecewakan para korban.
“Hak azasi kami dikebiri. Kami dalam tekanan oleh Wakapolres dan secara mengejutkan kami disuruh untuk membuat pernyataan bermaterai Rp 6000 dengan 8 poin, diantaranya mengakui pengukuhan Ali Arsyad Makatita sebagai Raja negeri Saleman dan diminta untuk bertanggung jawab secara hukum apapbila terjadi pertikaian antar kedua kelompok masyarakat,” jelas warga Saleman lainnya, Jefri Makatita.
Pihaknya mengaku sangat menyesalkan sikap Wakapolres Maluku Tengah yang terkesan intimidatif. “Bahkan kami dicaci maki oleh Wakapolres. Kami tidak terima hal ini,” Jefri.
Menurutnya, masyarakat adat negeri Saleman, dituding sebagai provokator atas pengrusakan rumah warga. Padahal, faktanya justeru masyarakat lainnya melakukan penyerangan serta pengrusakan rumah lebih dulu. Buktinya, 12 rumah warga yang rusak merupakan rumah warga yang kontra terhadap Ali Arsyad Makatita dan sampai saat ini belum disentuh oleh penegak hukum untuk melakukan olah TKP.
“Kami meminta Kapolres Maluku Tengah untuk memanggil Ali Arsyad Makatita untuk diperiksa terkait penyerangan tersebut, karena yang bersangkutan adalah aktor dibalik kejadian itu,” tuding Makatita.
Mereka juga meminta Kapolda Maluku, Murad Ismail untuk segera mencopot Wakapolres Maluku Tengah dan segera melakukan olah TKP serta mengevaluasi kinerja polisi di Polres Maluku Tengah.
“Kami meminta Gubernur Maluku untuk memediasi persoalan krisis pemerintahan di Negeri Saleman. Dan meminta Komnas-HAM untuk mengawasi kinerja Polres Maluku Tengah atas sikap wakapolres,” pintanya.
KM.com